Kamis, 16 April 2015

Babad Alas Tretes



Tahun 1706 benteng terakhir Untung Suropati (Adipati Wiranegara) di Pasuruan jatuh. Untung Suropati gugur. Pasukannya tercerai berai. Beberapa orang mengundurkan diri ke Mojokerto dan Kediri dan meneruskan perlawana terhadap Belanda bergabung dengan Kadipaten lain.

Beberapa anggota laskar  Untung Suropati lainnya menyingkir ke hutan-hutan di wilayah Pasuruan dan Malang, tepatnya di Lereng Gunung Arjuno Welirang untuk menghindari kejaran musuh. Harapannya suatu saat dapat menggalang kekuatan untuk melawan kompeni Belanda. Diantara anggota laskar itu adalahKaliah, Andan Bumi, R. Adziman dan beberapa teman lainnya.

Kaliah yang akhirnya dikenal sebagai mbah Kaliah menetap di tempat paling terpencil. Tinggal di hutan perawan yang lebat. Masih banyak binatang buas serta dikenal angker. Tempat baru ini begitu subur karena banyak sumber airnya. Di sinilah mbah Kaliah memulai kehidupan baru dengan membabat hutan dan  mendirikan pondok sederhana. Karena tempat ini merupakan daerah yang sangat aman maka di saat tertentu, rekan-rekan seperjuang Kaliah berkumpul di tempat ini untuk membicarakan tentang masa depan.

Lantaran tempat baru yang diidami Kaliah banyak sumber air dan rembesan airnya ada yang selalu menetes melalui celah-celah batu tebing, maka tempat ini kemudian dinaman TRETES, yang artinya selalu menetes. Akhirnya dalam waktu yang panjang  wilayah Tretes makin ramai karena banyak pendatang yang datang dan menetap. Maka jadilah wilayah di kaki Gunung Welirang yang semula berupa hutan lebat menjadi pedukuhan kecil di pinggir hutan yang dipimpin oleh Mbah Kaliah.

Mbah Kaliah kemudian menikah dan mempunyai 3 orang keturunan, yakni Kaliah, Kalibah  dan Tariman Datuk Bendoro Inten. Dari Kalibah inilah kemudian yang menurunkan tetua-tetua/ lurah dukuh dan desa Tretes/ Prigen. Konon, di pedukuhan Tretes inilah Kaliah, Andan Bumi serta R .Adziman sering bertemu untuk bersilaturahmi sekaligus membahas perkembangan pedukuhan masing-masing




0 komentar:

Posting Komentar