Kamis, 19 Mei 2016

Lampu Merah Darurat Narkoba



Benarkah Indonesia sudah dalam status “Darurat Narkoba”? Apa indikatornya? Pertanyaan ini perlu dijawab, sebab kondisi darurat harus dirumuskan berdasarkan data dan fakta. Berdasarkan data BNN pada 2014, tercatat lebih dari 4 juta penyalah guna Narkoba di Indonesia. Itu artinya 2,18% penduduk Indonesia menjadi pengguna Narkoba dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dan bila tidak dicegah maka akan ada 5 juta penyalah guna pada tahun 2020. Kita tahu, bahwa penyalahgunaan Narkoba membawa dampak amat buruk terhadap penggunanya dan lingkungan sekitarnya. Penyalahguna narkoba akan mengalami gangguan fisik dan psikis hingga kematian. Dewasa ini 30-40 orang meninggal dunia setiap hari akibat penyalahgunaan Narkoba, dan 78%  diantaranya berusia 19-21 tahun. 

Setiap tahun jumlah kasus Narkoba cenderung meningkat. Tahun 2000 jumlah kasus Narkoba sebesar  3.438 kasus. Sepuluh tahun kemudian atau pada tahun 2010 meningkat menjadi 26.461 kasus. Narkoba dikhawatirkan memicu penggunanya melakukan kejahatan. Kekhawatiran ini bisa dilihat dari data bahwa lebih dari 60% penghuni Lapas di Indonesia adalah pelaku kejahatan yang terkait dengan Narkoba. Bila dihitung secara material kerugian akibat peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba pada 2014 mencapai 63,1 trilyun atau hampir 3 kali lipat lebih besar dari APBD Jawa Timur yang berjumlah 23 trilyun. Angka ini termasuk,  antara lain uang untuk membeli Narkoba, kerugian dalam kejahatan yang diakibatkan oleh Narkoba dan biaya rehabilitasi. Sedangkan nilai transaksi Narkoba di Indonesia berjumlah 48 trilyun atau sepertiga dari seluruh nilai transaksi Narkoba di ASEAN sebesar 160 trilyun. Ditambah lagi dengan kondisi geografis Indonesia yang luas dan berpulau-pulau serta jumlah penduduk yang sangat besar, tak heran jika Indonesia menjadi sasaran empuk jaringan internasional mafia peredaran gelap Narkoba. 

Peredaran gelap Narkoba sudah menjadi kejahatan luar biasa, bahkan presiden Jokowi menyatakan bahwa Narkoba memiliki daya rusak luar biasa dan penyalahgunaan Narkoba menghambat daya saing bangsa. Hal ini tidak berlebihan bila kita melihat korban penyalahgunaan Narkoba berada pada usia produktif 10-59 tahun dan 70% adalah pekerja. Modus operandi peredaran Narkoba berubah-ubah. Peredarannya dilakukan secara berjenjang hingga ke penyalah guna. Sebagian besar atau 75% peredaran Narkoba di Indonesia dikendalikan dari balik penjara. Narkoba bahkan sudah menjadi semacam “home industry” di apartemen-apartemen. Pada tahun 2009 tercatat 37 “home industry” Narkoba dan cara pembuatannya dapat diketahui dari internet. Bukan tidak mungkin dalam  operasinya para Bandar melibatkan pelajar atau mahasiswa untuk mengedarkan Narkoba di sekolah atau kampus. Sebagai contoh Polres Kota Medan sepanjang Januari hingga Agustus 2015 meringkus 1.143 pengedar dan Bandar Narkoba di Medan. Dari jumlah itu terdapat 68 pelajar SD, 200 pelajar SMP, 849 pelajar SMA dan 26 mahasiswa. 

Dari data dan fakta tersebut sudah jelas bahwa Indonesia dalam status Darurat Narkoba. Diperlukan upaya-upaya luar biasa dalam menangani masalah ini. Di bidang penegakkan hukum, BNN, Polri dan Bea Cukai berhasil menyita dan menangkap penyelundup dan pengedar Narkoba. Namun ternyata lebih banyak yang lolos daripada yang tertangkap.  Pada tahun 2013 disita 17,76 ton ganja, diperkirakan lolos/beredar:  140,75 ton. Shabu disita 0,40 ton, diperkirakan lolos/ beredar:  219,44 ton. Dan ekstasi disita 1,1 juta butir, diperkirakan lolos/ beredar: 13,2 juta butir. Negara juga menerapkan hukuman keras, termasuk hukuman mati kepada para pengedar Narkoba. Kampanye Indonesia Darurat Narkoba juga harus terus menerus di dengung-dengungkan agar terbangun kesadaran di masyarkat untuk mewaspadai peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba. Melalui kampanye itu juga diharapkan agar seluruh komponen masyarakat bisa tergerak turut serta mencegah dan memberantas peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkoba.



0 komentar:

Posting Komentar